Peningkatan Kapasitas Nasional: BMKG Pasang 10.000 Detektor dan Kembangkan Prakiraan Berbasis Dampak
Nasional

Peningkatan Kapasitas Nasional: BMKG Pasang 10.000 Detektor dan Kembangkan Prakiraan Berbasis Dampak

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengambil langkah strategis dan masif untuk memperkuat sistem peringatan dini dan mitigasi bencana di Indonesia. Komitmen tersebut terangkum dalam laporan yang disampaikan langsung oleh Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, kepada Presiden Prabowo Subianto, dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Langkah BMKG tidak hanya berfokus pada peningkatan alat pemantauan konvensional, tetapi juga mencakup inovasi sistem prakiraan cuaca dan intervensi langsung melalui modifikasi cuaca.

BACA JUGA : Antisipasi Ancaman Cuaca Ekstrem: BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca Skala Nasional

Penguatan Infrastruktur Deteksi Bencana

Dalam upaya memperkuat pemantauan cuaca, gempa, hingga tsunami, BMKG melaporkan telah memasang lebih dari 10.000 detektor di seluruh penjuru negeri. Detektor canggih ini tersebar di stasiun-stasiun pemantauan yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG di 191 daerah di Indonesia.

Selain itu, sebagai respons terhadap ancaman bahaya listrik dari atmosfer, BMKG juga telah menginstal lightning detector atau alat pengamatan petir di 38 UPT. Alat ini esensial untuk memantau secara akurat lokasi dan intensitas sambaran petir, memungkinkan peringatan dini yang lebih spesifik.

Transisi ke Impact-Based Forecast (IBF)

Seiring dengan peningkatan perangkat keras, BMKG juga mengembangkan inovasi sistem prakiraan cuaca yang disebut Impact-Based Forecast (IBF), atau Prakiraan Berbasis Dampak.

Sistem IBF menandai pergeseran paradigma dalam penyampaian informasi cuaca. Jika prakiraan konvensional hanya melaporkan kondisi meteorologis, IBF akan memproyeksikan potensi dampak yang akan terjadi akibat cuaca tersebut.

“Kita bisa memprediksi petir akan terjadi di mana dan kapan akibat dari kondisi cuaca di sekitarnya,” ujar Faisal.

Dengan demikian, informasi yang diberikan menjadi lebih operasional dan dapat ditindaklanjuti, membantu otoritas lokal dalam mengambil keputusan mitigasi yang lebih tepat sasaran.

Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) Antisipasi Siklon

Bersamaan dengan laporan pengembangan infrastruktur, Faisal juga menyampaikan rencana pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di sejumlah wilayah, termasuk Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Bali.

OMC ini dilakukan sebagai langkah antisipatif terhadap potensi hujan ekstrem yang dipicu oleh keberadaan tiga sistem tekanan rendah di perairan: Siklon Bakung, Bibit Siklon 93S, dan Bibit Siklon 95S.

Strategi intervensi yang diterapkan meliputi:

  1. Penyemaian Awan di Laut: Awan-awan hujan dicegah mendekati daratan dengan disemai menggunakan bahan Natrium Klorida (NaCl), memaksa hujan turun di wilayah perairan atau lokasi yang tidak berbahaya.
  2. Dispersi Awan di Udara: Jika awan sudah berada di atas wilayah padat penduduk, material Kapur Tohor (Kalsium Oksida/CaO) akan ditebarkan untuk memecah formasi awan, mengurangi konsentrasi hujan.

Faisal meyakini bahwa OMC adalah alat mitigasi yang efektif, mampu menurunkan curah hujan antara 20 hingga 50 persen, membantu mengendalikan potensi bencana meteorologi yang mungkin timbul akibat cuaca ekstrem.

Sinergi Lembaga dan Imbauan Publik

Untuk menjamin keselamatan masyarakat, BMKG berkomitmen terus meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai instansi terkait, seperti BNPB, BPBD, dan Basarnas. Sinergi ini bertujuan untuk memastikan pemantauan dan kesiapsiagaan operasional berjalan maksimal.

Kepada masyarakat, Faisal mengimbau agar tetap tenang namun waspada dalam menghadapi potensi cuaca ekstrem. Kewaspadaan harus ditingkatkan terhadap potensi curah hujan tinggi dan gelombang tinggi, dengan selalu mengikuti informasi terkini dari otoritas resmi.