Misteri Evakuasi Gaza: 153 Warga Palestina Tiba di Afrika Selatan, Israel Sembunyikan Identitas Negara Ketiga
Internasional

Misteri Evakuasi Gaza: 153 Warga Palestina Tiba di Afrika Selatan, Israel Sembunyikan Identitas Negara Ketiga

Yerusalem/Johannesburg – Kedatangan 153 warga Palestina asal Jalur Gaza di Afrika Selatan secara mendadak pada Kamis (13/11/2025) telah memicu misteri diplomatik dan logistik. Pemerintah Israel, melalui juru bicara Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT), Shimi Zuaretz, mengonfirmasi bahwa warga Gaza tersebut diizinkan keluar setelah mendapatkan izin masuk dari “negara ketiga”, meskipun identitas negara penerima awal tersebut sengaja dirahasiakan.

COGAT, badan militer Israel yang mengurus urusan sipil di wilayah Palestina, menegaskan bahwa mereka memfasilitasi keberangkatan warga Gaza melalui Israel hanya setelah menerima jaminan formal. “Mereka hanya diizinkan keluar dari Gaza setelah COGAT menerima izin dari negara ketiga untuk menerima mereka,” ujar Zuaretz kepada kantor berita AFP pada Sabtu (15/11/2025).

BACA JUGA : Dugaan Eksekusi di Tepi Barat: Video Rekam Tentara Israel Tembak Mati Dua Pria yang Tampak Menyerah

Kedatangan di Johannesburg dan Hambatan Imigrasi

Para warga Gaza tersebut mendarat di Bandara Internasional OR Tambo, Johannesburg, menggunakan pesawat carteran yang transit dari Kenya. Kedatangan mereka segera menimbulkan masalah imigrasi.

Setibanya di Johannesburg, kelompok tersebut ditahan di dalam pesawat selama sekitar 12 jam oleh pihak imigrasi Afrika Selatan. Penahanan ini disebabkan oleh ketiadaan stempel keberangkatan dalam paspor mereka, mengindikasikan proses keberangkatan yang tidak standar atau tergesa-gesa.

Kementerian Dalam Negeri Afrika Selatan akhirnya mengizinkan mereka turun setelah organisasi kemanusiaan lokal, Gift of the Givers, memberikan jaminan kesediaan untuk menyediakan akomodasi. LSM tersebut menyatakan kebingungannya karena tidak mengetahui pihak mana yang menyewa pesawat carteran yang membawa 153 orang tersebut, sama halnya dengan pesawat carteran misterius sebelumnya yang membawa 176 warga Gaza ke Johannesburg pada 28 Oktober.

Reaksi Presiden Afrika Selatan

Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, secara terbuka mengomentari kejadian ini, menyebut kedatangan tersebut sebagai “misterius” dan tampaknya merupakan bagian dari proses evakuasi yang lebih besar dan tersembunyi.

“Mereka adalah orang-orang dari Gaza yang entah bagaimana secara misterius dinaikkan ke pesawat yang melewati Nairobi dan tiba di sini,” ujar Ramaphosa kepada wartawan pada Jumat (14/11/2025).

Menurut data Kementerian Dalam Negeri Afrika Selatan, dari kelompok tersebut, sebanyak 130 orang kini telah diberikan izin tinggal sementara selama 90 hari. Sementara itu, 23 orang sisanya dilaporkan melanjutkan perjalanan udara mereka menuju negara tujuan lain.

Prosedur Keberangkatan COGAT

Pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya mengindikasikan bahwa organisasi yang mengoordinasikan pemindahan ini mengajukan permohonan visa negara ketiga kepada COGAT untuk setiap individu yang dievakuasi.

Zuaretz menjelaskan bahwa COGAT memfasilitasi keberangkatan penduduk Gaza melalui wilayah Israel ke negara penerima berdasarkan kriteria tertentu, meliputi:

  • Pasien yang memerlukan pengobatan mendesak.
  • Warga negara ganda (memegang kewarganegaraan lain).
  • Penduduk yang telah mengantongi visa resmi dari negara ketiga.

“Semua keputusan didasarkan pada permintaan resmi dari negara-negara asing,” tegasnya. Sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023, COGAT dilaporkan telah memfasilitasi keberangkatan lebih dari 40.000 penduduk Gaza ke berbagai negara di dunia.

Konteks Politik Israel-Afrika Selatan

Insiden kedatangan misterius ini terjadi dalam konteks hubungan diplomatik yang sangat tegang antara Israel dan Afrika Selatan. Pretoria selama ini dikenal vokal dalam mendukung perjuangan Palestina.

Pada tahun 2023, Afrika Selatan mengambil langkah tegas dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, menuduh Israel melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Oleh karena itu, kerahasiaan Israel dalam mengungkap negara ketiga yang memfasilitasi rute evakuasi yang berakhir di Afrika Selatan menambah lapisan misteri dan spekulasi politik terhadap operasi kemanusiaan tersebut.