Hari Lingkungan Hidup: Walhi Desak Pemerintah Baru Hentikan Kebijakan Perusak Alam
Nasional

Hari Lingkungan Hidup: Walhi Desak Pemerintah Baru Hentikan Kebijakan Perusak Alam

Padarincang, Banten – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyerukan desakan keras kepada pemerintahan yang akan datang untuk menghentikan seluruh kebijakan yang berdampak buruk pada lingkungan. Seruan ini disampaikan Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup melalui acara Pekan Rakyat Lingkungan Hidup 2024 yang berlangsung di Padarincang, Banten, pada 2-5 Juni 2024.

Menurut Zenzi, Pekan Rakyat Lingkungan Hidup menjadi momentum untuk memberikan peringatan serius bagi pemerintah terpilih yang sebentar lagi akan dilantik. Ia menekankan bahwa kekuasaan yang dipegang oleh pemerintah adalah mandat yang diberikan rakyat untuk menjamin keselamatan warga dari ancaman bencana ekologis dan ekspansi modal yang merusak serta memonopoli sumber daya alam.

Zenzi secara eksplisit mengingatkan agar pemerintah baru tidak mencontoh watak pemerintahan sebelumnya yang dinilai telah mempercepat laju kerusakan lingkungan dan menunjukkan sikap membangkang terhadap perintah pengadilan terkait pemulihan lingkungan.

BACA JUGA : Menguras Hutan, Mengabaikan Kerendahan Hati Epistemik: Ironi Pembangunan Indonesia

“Jangan lagi meneruskan watak pemerintahan yang saat ini masih berkuasa, menjalankan kebijakan yang mempercepat kerusakan lingkungan dan membangkang perintah pengadilan untuk melakukan pemulihan lingkungan,” kata Zenzi.

Abaikan Putusan Pengadilan Kasus Polusi Udara

Zenzi menyoroti salah satu kasus paling mencolok, yakni gugatan warga negara (Citizen Lawsuit) terkait penanganan polusi udara yang diajukan Walhi bersama 32 warga pada Juli 2019. Gugatan tersebut ditujukan kepada Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta sejumlah kepala daerah.

Pada 16 September 2021, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hakim memerintahkan Presiden untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional dan Menteri LHK untuk melakukan supervisi inventarisasi emisi lintas batas provinsi kepada para gubernur terkait.

Alih-alih melaksanakan putusan tersebut, pemerintah justru mengajukan upaya banding hingga kasasi. Meskipun Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung telah memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama, yang artinya pemerintah wajib menjalankan perintah hukum, Walhi menilai eksekutif tetap menunjukkan sikap abai.

“Sayangnya hingga malam ramah tamah pekan rakyat ini kita gelar, para tergugat masih saja bebal, mereka sama sekali belum menjalankan perintah pengadilan,” tegas Zenzi. Ia menekankan bahwa dampak mengerikan dari kelalaian tata kelola lingkungan ini adalah terus jatuhnya korban jiwa di tengah masyarakat.

Ancaman di Banten: PLTU dan Ekspansi Modal

Zenzi kemudian mengambil contoh dari lokasi Pekan Rakyat, yakni Banten. Di Suralaya, Kabupaten Cilegon, beroperasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang dibangun sejak 1984. PLTU ini dikenal sebagai salah satu penyumbang polusi udara terbesar di Indonesia, dengan dampak yang bahkan mencapai wilayah DKI Jakarta.

Namun, ia juga memberikan apresiasi terhadap Padarincang, lokasi acara tersebut. Padarincang menjadi simbol kegigihan warga yang berhasil mempertahankan tanah mereka dari ekspansi modal, menunjukkan bahwa di wilayah tersebut, aktivitas industri yang merusak dan memonopoli sumber daya alam tidak mendapatkan tempat.

Secara keseluruhan, Walhi mendesak agar pemerintah terpilih mengambil pelajaran dari kesalahan masa lalu dan menunjukkan komitmen yang jauh lebih kuat pada perlindungan lingkungan dan kesejahteraan rakyat, dengan melaksanakan putusan pengadilan dan menghentikan proyek-proyek yang terbukti merusak ekosistem.