Kasus penangkapan Dewi Astutik alias Mami di Kamboja, yang dituduh sebagai gembong narkoba internasional, turut mengungkap masalah serius terkait status keberangkatannya sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tempat Dewi berasal, menegaskan bahwa ia tidak pernah tercatat sebagai PMI resmi.
BACA JUGA : Transformasi Dewi Astutik: Dari TKW Menjadi Gembong Narkoba Jaringan Global
Kepala Disnaker Ponorogo, Suko Kartono, memastikan bahwa Dewi, warga Ponorogo, tidak melalui prosedur resmi penempatan PMI yang difasilitasi oleh Disnaker maupun jalur legal lainnya.
“Dia tidak melalui Disnaker. Berarti tidak resmi. Ilegal,” ujar Suko Kartono saat ditemui di kantornya pada Kamis (4/12/2025).
Riwayat Kerja Luar Negeri Tanpa Prosedur Resmi
Berdasarkan penelusuran data Disnaker, seluruh riwayat keberangkatan Dewi ke luar negeri, termasuk saat ia bekerja di Taiwan pada tahun 2013, tidak pernah tercatat dalam sistem resmi. Dewi, perempuan berusia 42 tahun dari Desa Balong, Kecamatan Balong, Ponorogo, memang diketahui telah lama bekerja sebagai PMI di berbagai negara, termasuk Hong Kong, Taiwan, dan terakhir Kamboja.
Suko Kartono menjelaskan bahwa meskipun telah berulang kali disosialisasikan, praktik keberangkatan secara ilegal masih sering terjadi lantaran calon PMI sengaja menghindari jalur resmi yang menuntut pemenuhan berbagai persyaratan.
“Kalau PMI mau ke luar negeri secara ilegal, mereka tidak mungkin menghubungi Disnaker. Yang bisa kami lakukan hanyalah sosialisasi agar masyarakat tidak menempuh jalur ilegal,” imbuhnya.
Menariknya, perpindahan Dewi ke Kamboja, sebelum ia terdeteksi terlibat dalam jaringan narkoba, diduga kuat dilakukan menggunakan identitas palsu milik anggota keluarganya. Modus ini membuat jejak kepergian Dewi semakin sulit dipantau oleh otoritas resmi Indonesia.
Detail Penangkapan dan Skala Kejahatan
Status ilegal Dewi di luar negeri membuatnya rentan terhadap eksploitasi dan, seperti yang terjadi, mudah terjerumus dalam tindak kriminal. Ia diketahui menjadi buronan internasional setelah diduga menjadi aktor intelektual di balik penyelundupan dua ton sabu jaringan Golden Triangle yang berhasil digagalkan pada Mei 2025. Selain itu, Dewi juga diduga terlibat dalam sejumlah kasus besar lain pada tahun 2024 yang berkaitan dengan jaringan Golden Crescent.
Penangkapan Dewi Astutik dilakukan melalui operasi terkoordinasi yang melibatkan berbagai lembaga keamanan, menunjukkan betapa seriusnya kasus ini di mata internasional. Aparat berhasil menangkap Dewi saat ia hendak memasuki lobi sebuah hotel di Sihanoukville, Kamboja.
Operasi penangkapan tersebut melibatkan kerja sama antara Kepolisian Kamboja, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.



