JAKARTA, 5 Desember 2025 – Dominasi format video berdurasi pendek di platform media sosial seperti TikTok, Reels, dan YouTube Shorts kini bukan hanya menjadi tren sosial, tetapi juga subjek kekhawatiran serius di kalangan ilmuwan. Istilah “brain rot”—sebutan slang untuk kemunduran kondisi mental atau intelektual akibat konsumsi media digital berlebihan—mulai didukung oleh bukti ilmiah awal.
Pengakuan atas meluasnya kekhawatiran ini ditunjukkan dengan ditetapkannya “brain rot” sebagai Word of the Year 2024 oleh Oxford University Press.
BACA JUGA : Tragedi di Diskotek Surabaya: Pengunjung Tewas Dihabisi Teman Akrab Setelah Pesta Miras
Temuan Ilmiah Awal Mengkhawatirkan
Meskipun penelitian yang berfokus langsung pada format video pendek masih dalam tahap awal, tinjauan studi menunjukkan adanya korelasi signifikan antara kebiasaan konsumsi media yang intensif dengan gangguan fungsi kognitif.
Sebuah tinjauan terhadap 71 studi yang melibatkan hampir 100.000 peserta, dan diterbitkan dalam Psychological Bulletin (APA), menemukan kaitan yang jelas:
- Kognisi yang Lebih Buruk: Konsumsi video pendek yang tinggi berhubungan dengan kondisi kognisi yang lebih buruk.
- Gangguan Perhatian dan Kontrol Impuls: Dampak negatifnya terutama terasa pada rentang perhatian (attention spans) dan kontrol impuls.
- Masalah Kesehatan Mental: Tinjauan tersebut juga mengaitkan konsumsi video yang berat dengan peningkatan gejala depresi, kecemasan, stres, dan kesepian.
Studi dari berbagai negara, termasuk Yordania, Arab Saudi, dan Mesir, semakin memperkuat temuan ini dengan mengaitkan konsumsi video pendek berlebihan dengan masalah memori dan kelelahan kognitif (cognitive fatigue).
Peringatan dari Para Neuropsikolog dan Endokrinologis
Para ahli neurosains dan kesehatan secara luas meyakini bahwa kekhawatiran ini memiliki dasar yang kuat.
James Jackson, seorang neuropsikolog dari Vanderbilt University Medical Center, mengakui adanya sejarah panjang kepanikan moral terhadap teknologi baru (seperti video game). Namun, ia meyakini banyak kekhawatiran tentang dampak format video pendek ini pada otak adalah valid. Menurut Jackson, penelitian saat ini secara luas menunjukkan adanya efek berbahaya pada otak ketika konten snackable ini dikonsumsi dalam dosis besar.
Sementara itu, Dr. Nidhi Gupta, seorang endokrinologis pediatrik, menyatakan keprihatinan bahwa media yang didorong oleh algoritma ini telah menciptakan jenis kecanduan baru. Ia menggambarkan konsumsi video pendek sebagai “video games and TV on steroids,” menekankan betapa kuat dan cepatnya efek dopamine yang dihasilkan oleh format ini.
Meskipun masih diperlukan waktu lima hingga sepuluh tahun untuk penelitian lebih lanjut guna memastikan apakah perubahan kognitif ini bersifat reversible (dapat dibalik), Dr. Gupta pesimistis.
“Saya akan terkejut jika, dalam lima hingga 10 tahun ke depan, kita tidak memiliki tanda-tanda serupa yang memvalidasi kepanikan moral yang kita miliki seputar video pendek,” pungkasnya. Peringatan ini menegaskan urgensi untuk memahami dan membatasi konsumsi media yang dapat mengubah cara otak memproses informasi.


